About Me

header ads

KUDETA GAGAL DI MAI CENG’GO: MARKAS SENDIRI DIBAKAR PECUNDANG

(Oleh: Lawo Lazer – Aktivis asal Persawahan Lando Manggarai Barat)

Peristiwa Mai Ceng’go tiba-tiba saja berakhir. Peristiwa yang tadinya panas seperti bara api kayu Kesambi, kini sudah dingin seperti air dalam kulkas. Rentang peristiwanya tidak sampai sebulan. Dari titik api yang disulut pada 24 Mei 2024, lalu dikobarkan pada 26 Mei 2022, kemudian menyusut, padam, dan akhirnya membeku pada 11 Mei 2022. 

Kejadian Mai Ceng’go adalah peristiwa pembunuhan karakter Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Benny K Harman (BKH). Pembunuhan dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan massif melalui persekongkolan jahat pengusaha, media, dan pengacara.  

Di Mai Ceng’go, BKH mendorong muka Rikardo sebagai akibat perlakuan yang diskriminatif dan inhospitality dari pihak restoran Mai Ceng’go. Kejadian asli itu kemudian diedit berkali-kali sehingga berubah menjadi penamparan berkali-kali. Laporan ke polisinya pun berbunyi penganiayaan oleh BKH terhadap Rikardo.  

Narasi penganiayaan itu didengungkan secara terus-menerus oleh media nasional, media lokal, dan media-media sosial. Di Youtube, Facebook, dan Whatsapp, potongan video penamparan dishare ribuan kali. 

Para pengamat, politisi, dan aktivis anti BKH memberikan pendapat berupa pembenaran terhadap narasi penganiayaan.  Dokumen-dokumen dipalsukan untuk mempertegas narasi penganiayaan. 

Opini publik berhasil dibentuk untuk mendiskreditkan pelaku, sambil bersimpati kepada korban.  Opini publik tersebut menjadi ‘palu godam’ di tangan pengacara untuk menekan polisi agar secepatnya mengusut kasus yang mereka skenariokan itu. Dengan ditopang oleh gelontoran duit yang tidak sedikit dari pengusaha, skenario penghancuran tampaknya berjalan sukses. 

Aneh bin Ajaib, pihak penggugat yang menyusun strategi sangat matang mengjegal BKH, justru ditanggap dingin oleh pihak BKH yang menjadi tergugat. Bahkan sampai kasus ini selesai, BKH tidak pernah menunjuk kuasa hukum (pengacara). BKH tahu persis detail kejadian di Mai Ceng’go. BKH berpegang pada hati nuraninya. Dia yakin hati nuraninya jernih dan tidak pernah salah saat memberikan kesaksian. Bagi BKH, kebenaran yang datang dari hati nurani tidak bisa direkayasa dengan mesin pengedit. 

BKH pun membiarkan prosedur berjalan normal. Dia siap dipanggil oleh Polisi kapan saja dan tanpa protokoler resmi. Dan kalau kasus ini dibawa ke Badan Kehormatan DPR-RI, BKH siap memenuhi pemeriksaan. 

Oleh karena mengetahui detail kejadian, istri BKH, Maria Goreti Ernawati melayangkan laporan balik pihak penggugat dengan dalil melakukan perbuatan tidak menyenangkan, menyebarkan hoax, dan melakukan kebohongan. 


Gerak Cepat Polisi

Pasca menerima laporan dan ditopang tekanan massif media, Polisi langsung sigap mengusut kejadian Mai Ceng’go.  Polisi membawa Rikardo untuk melakukan visum et repertum. Dalam dunia hukum, visum et repertum merupakan keterangan tertulis tentang pemeriksaan medis yang dibuat dokter terhadap seluruh atau sebagian tubuh seseorang, baik hidup maupun mati, untuk kepentingan peradilan. Pemberian keterangan tersebut dilakukan atas permintaan tertulis penyidik untuk kepentingan peradilan. 

Para konspirator sudah berpikir bahwa hasil visum et repertum sesuai dengan setingan mereka. Soalnya dalam agenda mereka, polisi sudah berada dalam genggaman. Hal tersebut dapat terlihat dari percakapan antara Om Pice Mabar dengan Samuel di Group Kupang Online laman Facebook. 

Om Pice Mabar adalah nama lain dari pengacara Mai Ceng’go, Piter Ruman. Dalam percakapan tersebut Om Pice menjelaskan alasan kasus tersebut mudah dimenangkan melalui jalur hukum. Om Pice mengaku, beberapa anggota Polres Mabar bisa diatur-atur. “Polres Mabar bukan orang baik semua. Ada juga pemain-pemain yang berutang budi kepada saya. Saya pegang kartu as orang-orang itu”, ujar Om Pice.  

Sebelumnya mereka berhasil memalsukan dokumen. Mereka merekayasa hasil pemeriksaan dokter bahwa Rikardo mengalami gangguan pendengaran. 

Polisi tidak percaya begitu pada dokumen dan penggiringan opini media. Polisi berpegang teguh pada proses yang lebih ilmiah, yaitu test visum et repetum. Hasil visum et repetum benar-benar tidak bisa direkayasa karena dilakukan di bawah sumpah dokter. 

Melalui hasil visum dibuktikan bahwa tidak satupun bagian dari anggota tubuh Rikardo yang terganggu akibat tindakan ‘penganiayaan’. Rikardo tidak memiliki tanda-tanda kekerasan fisik. Juga tidak ada bukti penganiayaan sebagaimana yang dituduhkan. 

Pasca visum, Polisi mengundang ahli IT untuk melakukan test digital forensic. Test ini bermaksud untuk menyelidiki dan menemukan konten perangkat digital yang berkaitan dengan kejahatan digital. Test ini berhasil mengonfirmasi sumber, tindakan, pelaku, dan niat kejahatan kasus kejadian Mai Ceng’go. Polisi berhasil mengidentifikasi rekaman CCTV yang diviralkan dan juga pelaku, beserta motif kejahatannya. 

Polisi memeriksa rekaman CCTV otentik (asli) dan hasilnya tidak ditemukan tindakan penganiayaan dan pemukulan sebagaimana yang dilaporkan.  

Polisi menemukan tindakan ‘penamparan muka’ berkali-kali, justru dalam rekaman CCTV yang diedit. 

Di sinilah polisi menemukan kejahatan digital, yakni pelaku merekayasa gambar dan pesan untuk mendiskreditkan BKH. Rekaman CCTV diedit untuk menimbulkan gelombang kebencian publik kepada BKH. 

Tanpa tedeng aling-aling, Polisi langsung menyergap pelaku. Polisi menjerat pelaku dengan Undang-Undang No 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Ancaman pidananya sangat berat, 4-7 tahun. 


Pengacara Bakar Markas

Pengacara Mai Ceng’go, Piter Ruman langsung mengundurkan diri sebagai penasehat hukum Rikardo, begitu mengetahui fakta yang dilapornya ke polisi adalah rekaan. Hati nuraninya bergolak!  Piter kemudian memutuskan keluar dari kelompok perekayasa.

Dalam surat pengunduran dirinya berjudul “Saya Bukan Kuda Tunggangan Untuk Niat Jahatmu”, Piter menulis pengalamannya ketika pertama kali mendampingi Rikardo saat melapor ke Polres Manggarai Barat (Mabar). Begitu tiba di Polres Mabar, Piter benar-benar kaget melihat begitu banyaknya wartawan yang siap meliput pelaporan tersebut. Piter bertanya dalam hati, siapa yang mengundang dan mengumpulkan mereka? Piter semakin kaget, ketika tiba-tiba sudah ada bahan pers rilis untuk pemberitaan para wartawan. Dalam hati Piter berkomentar, ‘kok sepertinya terorganisir banget’. 

Coba cek point kedua surat Piter. Disebutkan bahwa rekaman CCTV yang  Piter peroleh tidak didapat dari Restoran Mai Ceng’go, tapi dari jurnalis yang menghubunginya.

“Pertama kali saya mendapatkan video rekaman CCTV ini justru bukan dari klien saya...tetapi dari orang yang melaporkan perkara ini kepada saya. Jujur saya akui, saya banyak mendapatkan informasi bukti CCTV justru bukan dari klien saya, tetapi dari sang jurnalis”, ujar Piter.

Piter menemukan kejanggalan demi kejanggalan dalam kasus ini. Piter menyesal karena terlalu gegabah menerima tawaran untuk menjadi pengacara Mai Ceng’go. Piter menyampaikan keluhannya pada point ketiga surat  itu. Begini isinya, “…Ternyata setelah saya pelajari, hal tersebut (pinangan jadi pengacara Mai Ceng’go) terlalu cepat saya ambil. Sebab perlahan saya menemukan keanehan-keanehan dalam kasus Mai Ceng’go ini. Saya menduga perkara ini tidak murni bicara tentang mencari keadilan untuk korban”. 

Menurut keterangan Piter, ada motif lain dari seseorang atau sekelompok orang untuk memanfaatkan peristiwa Mai Cenggo untuk tujuan tersembunyi. “Saya berpikir untuk memperjuangkan Keadilan, ternyata menemukan kejanggalan-kejanggalan adanya kepentingan terselubung dalam kasus ini”, ujarnya.

Piter membuat para warga nitizen terkaget-kaget, terutama ketika dirinya mengutuk balik markas komplotan yang sebelumnya dia masuki. “Saya bukan kuda tunggangan untuk niat jahatmu. Enyahlah kau setan”, sergahnya.  Dari keterangan Piter dapat diketahui bahwa ada setan yang menunggang di peristiwa Mai Ceng’go. Setan tersebut bisa dilihat dan juga bisa tidak terlihat. Piter belum memberi keterangan apakah setan yang dimaksud bisa membaca Kitab Suci sebagaimana yang diceritakan Injil Matius. 


Hambor (Rekonsiliasi) 

Pasca konspirasi mereka dibongkar, pesan-pesan minta damai bertebaran di media-media sosial. Para konspirator tahu apabila proses hukum dilanjutkan, mereka akan mendekam dalam penjara. Waktunya pun tidak main-main, 4-7 tahun bui. Rikardo yang semula ngotot melanjutkan kasus ini, tiba-tiba mau mencabut laporan ke Polres. 

Rikardo mengakui kesalahannya dan menyadari ada yang menunggangi dirinya. Rikardo minta maaf kepada BKH. Permintaan maaf kepada BKH juga dilakukan oleh Managernya, Ibu Kiki. Sebelum itu Piter Ruman telah meminta maaf kepada BKH karena bertindak ceroboh, membuat kesimpulan yang tidak obyektif, dan bermain dalam fakta-fakta tidak akurat. 

Apa tanggapan BKH terhadap permintaan maaf mereka? Apakah BKH mau memafkan mereka? Pendukung BKH terbelah dua, ada yang menginginkan proses hukum dilanjutkan, sementara yang lainnya menyerahkan keputusan pada BKH.  Publik sempat menduga-duga bahwa BKH lebih memilih proses hukum, mengingat nama besarnya sudah tercemar. 

Melalui akun tweeter-nya, BKH menjungkirbalikan semua asumsi. BKH memaafkan semua pihak yang bersekongkol menjatuhkannya. 

“Meskipun visumnya negatif, kesalahpahaman ini telah membuat retak relasi sosial di antara kita. Mohon maaf kepada seluruh rakyat seantero negeri, masyarakat NTT, dan kepada yang terkasih manager Resto Mai Ceng’go saudara Rikardo. Mari bangun Labuan Bajo jadi destinasi parawisata super premium”, cuit BKH pada 8 Juni 2022.  

Dalam hal memberikan maaf, BKH mengikuti teladan pemimpin tertinggi gereja Katolik, Paus Yohanes Paulus II. Pada 13 Mei 1981 di Lapangan Santo Petrus – Roma, Italia, Paus Yohanes Paulus II diberondong 4 peluru oleh teroris asal Turki, Mehmet Ali Agca. Pasca penembakan itu, Paus Yoh Paulus II meminta kepada orang-orang agar “…berdoa bagi saudara saya (AÄźca), yang sudah saya maafkan setulus-tulusnya”. Dan pada 1983, tepatnya dua hari setelah Natal, pada 27 Desember 1983, Paus menjenguk pembunuhnya di penjara Italia di mana AÄźca ditahan. Paus Yohanes Paulus II berjabat tangan dan kemudian menepuk-nepuk bahu Mehmet Ali Agca. Mehmet Ali Agca tak kuasa menahan air mata. 

Bagi BKH tindakan memafkan dan mengampuni (rekonsiliasi) mutlak untuk dilakukan.  Ketika Petrus bertanya kepada Yesus, "Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?" Yesus berkata kepadanya: "Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali” (Matius 18:22-35). Sabda itu jugalah yang melatari alasan BKH meminta istrinya, Ernawati mencabut laporan polisi. 

Kini masing-masing laporan ke polisi sudah dicabut. Masing-masing pihak sepakat tidak mau melanjutkan proses hukum. Kedua belah pihak mendukung suasana damai tanpa konflik di daerah destinasi parawisata super premium. Kedua belah pihak bersatu di bawah semboyan, “Nai ca anggit, tuka ca leleng. Neka koas neho kota, neka behas neho kena. Sangged taung do’ong agu dungket, porong oke one waes lau’d, one lesos saled”.