Film Yowis Ben III ini adalah film ketiga yang gue tonton di bioskop pada era pandemi. Dua film sebelumnya adalah Nussa dan Paranoia. Film Yowis Band menjadi pilihan pertama untuk gue review karena ini adalah film komedi. Ya, film komedi yang membawa tawa penontonnya, dan sebagaimana genre yang sering gue review di laman Facebook.
Sebagai gambaran awal, Yowis Ben masih mengikuti garis cerita tentang 4 anak muda yang meraih mimpinya di dunia musik. Di film pertama, mereka membuktikan eksistensi diri saat masa SMA, di film kedua mereka mencoba peruntungan lewat industri musik nasional dengan hijrah ke Bandung. Sedang di series yang tayang di platform digital jauh menceritakan keempat tokoh sebelum mendirikan band.
Dan gue udah nonton semuanya.
Pada film pertama, gue ngerasa film ini begitu dekat dengan mengunakan bahasa Jawa Timuran, sesuatu yang bukan jakarta sentris, kayak gue ini. Hahahaha. Ceritanya pun sangat related bagi kaum remaja untuk menunjukkan eksistensi mereka di usia belasan.
Film kedua justru menunjukkan penurunan dari sisi cerita, upaya untuk masuk industri musik terjebak pada joke gagap budaya, Yowis Ben yang berasal dari Jawa Timur harus beradaptasi dengan suasana Bandung, Jawa Barat. Nilai minus di film kedua, overused pengunaan kata "jancuk".
Bagaimana dengan film ketiga yang tetap diperankan Bayu Skak, Joshua Suherman (iya, Joshua yang diobok-obok itu) Brandon Salim dan Tutus Thomson ini?
Secara cerita, film ini mempunyai garis penceritaan yang kuat. Cerita di film pertama, kedua, bahkan di series berujung pada cerita di film ketiga ini. Bayu (Bayu Skak) sudah tidak perlu mencari perhatian ke cewek sekolah dengan musik, karena ia telah menjalin relationship dengan Asih (Anya Geraldine), cewek bandung yang dikenal di film kedua. Oya, Anya Geraldine begitu cakep di film ini. enggak sekali dua kali lewat seperti di film "Sabar Ini Ujian". Anya juga terlihat mempesona tanpa harus peran menggoda layaknya di "Selesai".
Duh kok jadi bahas Anya sih? Oya, di film ini Bayu bertemu kembali dengan Susan (Cut Meyriska), pacarnya di film pertama. Konflik mulai diarahkan pada cinta segitiga ini. Tapi gue tetep milih Anya. Hahaha.
Begitu juga dengan personil lainnya, yang mempunyai persoalan (sedikit) lebih berat. Sedikit aja dengan membandingkan dengan konflik di film pertama. Yang menarik dan terlihat lebih dewasa, justru kisah cinta Cak Jon (Arief Didu), paman Bayu yang bertemu kembali dengan mbak Rini (Putri Ayudya) yang menjadi side story di seri Yowis Ben.
Dengan dasar cerita yang dibangun di film-film dan seri sebelumnya, konflik di Yowis Ben III punya potensi drama yang lebih menarik. Bahkan ini adalah film komedi Indonesia yang memiliki sekuel dengan cerita yang masih nyambung dan mengalami peningkatan. Sesuatu yang tidak dijumpai di film Warkop Reborn, Comic 8, apalagi Benyamin Biang Kerok.
Sementara di sisi musikalitas, Yowis Ben III hanya menampilkan diua lagu baru. Menurut gue sih. Di awal film, mereka membawakan sebuah lagu "Gandolane Ati" yang menjadi OST di film kedua. Sepertinya dua lagu baru ini lebih sedikit untuk cerita sebuah band. Akhirnya cita-cita gue untuk nyanyi di bioskop, kesampaian. Hahaha.
Soal dua lagu baru tersebut, gue enggak bisa komen lebih banyak, karena pada dasarnya lagu baru menarik setelah didengar berulang kali.
Bagaimana dengan sisi komedi di film yang akan rilis secara resmi besok, 25 November 2021?
Secara subyektif, film ini tetap berhasil membawa tawa menggema di ruang theater. Ide dasar cerita dari Bayu Skak sudah mempunyai potensi komedi yang kuat, misalnya 4 karakter yang berbeda, relationship (dari pacaran, nikah, sampai telat jodoh), situasi komedik dalam berbagai adegan hingga dialog spontan yang lucu.
Amunisi ini juga didukung oleh sejumlah stand up comedian/ pelawak nasional, sebut saja Joshua Suherman, (Iya, ia kini komika di dalam manajemen Majelis Lucu Indonesia), Arief Didu, Anang Batas, Dono Pradana, Abdur Arsyad, hingga Yati Pesek. Yang patut disayangkan adalah makin minimnya dialog tiktok antara Cak Kartolo dan Cak Wito yang begitu kental dengan logal dan gaya parikan, atau pantun lucu jawa. Ada juga Erick Estrada juga sering tampil kocak, sebagaimana perannya sebagai sidekick di film Sobat Ambyar.
Kelucuan demi kelucuan terus dibangun dalam film ini, menghibur penontonnya. Termasuk di adegan awal ketika Yowis Ben manggung di kota Solo. Entah kenapa adegan ini berasa sangat "politik sekali". Tapi setelah gue inget, di film Yowis Ben 2 juga memampilkan cameo "tokoh serupa". Lebih absurd lagi Jajaran Bupati dan pemda setempat harus melepas Yowis Ben untuk band tour ke luar kota.
Unsur komedi juga berhasil dibangun di setiap tokoh dengan potensi komedinya masing-masing, dan begitu rapat. Adegan bus macet, di kantor EO, warung hik di solo, rombongan ibu-ibu, adegan ribut mertua-menantu dan sebagainya adalah scene yang berhasil membuat tawa penonton pecah.
Gue secara pribadi agak terganggu dengan Humor toilet atau humor skatologi. Begitu juga dengan humor seksis. Tetapi sekali lagi, itu soal selera penonton, toh, tawa juga terdengar di adegan ini.
Ada satu kejutan yang hadir di film ini. Sesuatu yang membuat gue berpikir, lho? Namun sebaiknya tetep gue simpan aja, daripada spoiler. Hehehe.
Overall, film ini layak menjadi film yang kamu tonton setelah sekian purnama enggak berkunjung ke bioskop. Jangan lupa aplikasi PeduliLindungi, ya.